Hakikat Hati Menurut Imam Ghazali

Rahasia Hati – Imam Al Ghazali

 

Bahasan ini merupakan bagian dari buku Rahasia Hati yang akan saya sampaikan satu per satu bab dan bagiannya. Ini akan menjadi bagian pembuka untuk menjelaskan hati dan rahasia yang terdapat di dalamnya.

Bab Al Qalbu, Ar Ruhu, An Nafs, Al Aqlu

Dalam kalangan ulama terkemuka jarang sekali mendalami pengetahuan tentang nama-nama ini, baik dalam segi perbedaan artinya, batas-batasnya, dan apa yang dinamakan dengan nama-nama tersebut. Banyak sekali kesalahan-kesalahan yang terjadi, disebabkan kebodohan dalam memahami arti dari nama-nama tersebut juga karena ketidaktahuan bahwasanya nama-nama itu tidak hanya memiliki satu
arti. Disini akan coba dijelaskan mengenai perbedaannya.

Pertama, Al Qalbu memiliki dua pengertian yakni:
1. Al Qalbu (Jantung) yang berupa segumpal daging yang berbentuk bulat memanjang seperti buah shanaubar, yang terletak di pinggir dada sebelah kiri, yaitu segumpal daging yang mempunyai tugas khusus yakni memompa darah.
2. Al Qolbu (Hati dalam arti secara harfiah) yang berupa sesuatu yang halus (lathifah), bersifat Ketuhanan (Rabbaniyah) dan kerohanian yang ada hubungannya dengan hati jasmani.
Hubungan antara hati jasmani dan hati rohani itu seperti halnya benda yang dijadikan perkakas dengan dengan perkakasnya, atau seperti akar pohon dengan tempat dia berakar.

Penjelasan ini dijelaskan secara hati-hati disebabkan oleh dua hal.
a. Sesungguhnya hati rohani itu berhubungan erat dengan ilmu mukasyafah (ilmu yang diperoleh dari Ilham Allah). Sedangkan tujuan dijelaskannya Rahasia Hati disini ditekankan pada Ilmu Mu’amalah (ilmu yang diperoleh dengan belajar).
b. Sesungguhnya mendalami hakekat hati rohani memerlukan terbukannya rahasia ruh, sedang dalam masalah ini tidak pernah disampaikan oleh Rasulullah SAW.

Kedua, kata ar Ruhu (nyawa) ini juga digunakan untuk sesuatu yang berhubungan dengan jenisnya yang digolongkan menjadi dua pengertian:
1. Ruh yang merupakan jenis yang halus yang bersumber dari rongga hari jasmani, lalu tersebar ke seluruh tubuh melalui perantara otot dan urat. Yang dijelaskan di sini bukan berarti darah. Akan tetapi semacam unsur halus berupa uap yang berasal dari pemanasan dalam hati.
2. Ruh yang berupa sesuatu yang halus yang ada pada manusia, yang dapat mengetahui segala sesuatu dan yang dapat menangkap segala pengertian.
Hal ini dijelaskan tadi pada pengertian “hati”. Dan itulah yang dikehendaki Allah Ta’ala dengan firman-Nya:
“Katakan! bahwa ruh itu termasuk urusan Allah” (Q.S Al Isro’: 85)
Ruh dalam pengertian ini termasuk urusan ketuhanan yang menakjubkan dimana akal manusia dan pemahamannya tidak sanggup mengetahui hakekatnya.

Ketiga, Kata-kata nafsu mempunyai beberapa makna tetapi yang berhubungan dengan pembahasan ini ada dua pengertian:
1. Nafsu yang dituju disini adalah tempat berkumpulnya kekuatan amarah dan syahwat pada diri manusia yang nanti akan dijelaskan kemudian. Pengertian ini digunakan oleh para ahli Tashawuf karena mereka berpendapat bahwa nafsu itu tempat berkumpulnya sifat-sifat tercela pada manusia, oleh karena itu mereka berkata: “Nafsu mau tidak mau harus dilawan dan dihancurkan”.
2. Nafsu dalam arti yang halus yang telah disebutkan diatas, yaitu hakikat manusia, yakni diri manusia dan zatnya. Nafsu dalam pengertian ini bermacam-macam sesuai dengan keadaannya.

Apabila nafsu tersebut tenang pembawaannya dan jauh dari gangguan yang disebabkann oleh syahwat maka nafsu yang demikian disebut Nafsu Muthmainnah (nafsu yang tenang), sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Hai nafsu yang tenang! kembalilah kepada Tuhanmu dengan gembira dan menggembirakan” (Q.S. Al-Fajr: 27-28)

Bila melihat nafsu dalam pengertian pertama diatas, nafsu tersebut tidak memiliki gambaran untuk kembalin kepada Allah Ta’ala, malah selalu mejauhi-Nya dan termasuk dalam golongan syaitan.

Apabila nafsu itu tidak sempurna ketenangannya, namun ia selalu menentang dan melawan nafsu syahwat, maka nafsu yang demikian disebut Nafsu Lawwammah (Nafsu pencela), oleh karena itu ia selalu mencela dirinya ketika teledor dan lalai berbakti kepada Tuhannya.
Firman Allah Ta’ala:
“Aku bersumpah dengan nafsu yang amat mencela (kejahatan)” (Q.S. Al-Qiyamah: 2)

Apabila nafsu tersebut telah melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau lagi melawan, malah tunduk dan patuh saja pada kehendak nafsu syahwat dan panggilan syaitan, maka nafsu yang demikina disebut Nafsu Ammarah bissuu’ (nafsu penganjur kejahatan).
Allah ta’ala menceritakan tentang Yusuf a.s dan istri Fir’aun dalam firman-Nya:
“Dan aku tidak akan membiarkan Nafsuku, karena nafsu itu suka memerinta kepada yang jelek”. (Q.S. Yusuf: 53)

Keempat, Kata-kata Al Aqlu (akal) ini mempunyai arti yang bermacam-macam. Dari berbagai arti itu yang berhubungan dengan pembahasan Rahasia Hati ini adalah:
1. Akal yang berarti pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal itu ibarat sifat-sifat ilmu yang tempatnya di dalam hati.
2. Akal yang berarti , menangkap dan mendapatkan segala ilmu, maka akal disini adalah hati rohani.

Kita ketahui bahwa kata “Akal” kadang-kadang diartikan sebagai sifat orang yang berilmu, dan kadang-kadang berarti tempat pengetahuan yakni “yang mengetahui”.

Bab Balatentara Hati (Bagian Pertama)

Berhubung bab ini sangat panjang, maka saya akan menguraikannya dua kali.

Firman Allah Ta’ala:
“Dan tidak ada yang mengetahui akan tentara Tuhanmu melainkan dirinya sendiri.” (Q.S. Al-Muddatsir: 31)

Allah SWT memiliki tentara yang dikirim kedalam hati, Ruh, dan alam-alam lainnya. Dan hanya Allah sendiri yang mengetahui hakekat dan jumlah bilangannya. Disini akan ditunjukkan sebagian dari tentara hati yang ada hubungannya dengan pembahasan sebelumnya.

Tentara hati itu dibagi menajadi dua macam:
a. Tentara yang dapat dilihat dengan mata kepala
b. Tentara yang tidak dapat dilihat, kecuali dengan mata hati (Bashiroh)

Hati itu berkedudukan sebagai raja dan tentara itu berkedudukan sebagai pelayan dan pembantu, maka inilah yang dinamakan tentara hati.
Adapun tentara hati yang nampak, dapat dilihat dengan mata yaitu: Tangan, kaki, telinga, lisan dan seluruh anggota badan, baik yang lahir maupun yang batin. Semua itu menjadi pelayan hati dan bekerja secara cuma-cuma untuknya. Hatilah yang mempergunakan dan yang menjalankan semuanya. Sesungguhnya anggota badan itu secara naluri dijadikan tunduk kepada hati kita, ia tidak mampu menyalahi dan mendurhakainya.
Apabila hati menyuruh mata terbuka, maka terbukalah, bila menyuruh kaki bergerak, maka bergeraklah, menyuruh lidah berbicara, maka bicaralah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hati kita, begitupun anggota badan lainnya.

Kepatuhan anggota badan dan panca indera lainnya kepada hati itu dapat disamakan dengan kepatuhan Malaikat terhadap perintah Allah Ta’ala, karena sesungguhnya Malaikat itu diciptakan untuk tunduk dan mereka tidak kuasa menyalahi. Mereka tidak pernah mendurhakai Allah akan apa-apa yang diperintahkan kepada mereka dan senantiasa patuh dan melaksanakan perintah-Nya.

Adapun yang membedakan kepatuhan para Malaikat dan kepatuhan anggota badan itu adalah para Malaikat itu tahu akan kepatuhan dan keta’atannya, sedangkan anggota badan, dalam mematuhi hati itu berdasarkan taskhiir (paksaan) yang tiada dijelaskan sebelumnya dari dirinya dan dari kepatuhannya kepada hati. Artinya, Malaikat tahu bahwa apa yang diperintahkan kepadanya adalah sesuatu yang baik yang berasal dari Allah. Sedangkan hati, baik atau buruknya perintah itu, maka dia akan selalu melaksanakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh hati. Tanpa terkecuali itu adalah perintah untuk berbuat dosa atau perbuatan buruk lainnya.

Sesungguhnya hati itu membutuhkan tentara tersebut sebagai kendaraan dan bekal perjalanannya untuk menuju Allah SWT dengan memanfaatkan tentara-tentaranya itu untuk beribadah dan bertakwa kepada-Nya atau perbuatan lainnya yang dapat menghantarkan dia menuju Allah SWT.

Allah ta’ala berfirman:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepadaKu.” (Q.S. Adz-Dzariat: 56)

Kendaraan hati adalah badan, dan bekalnya adalah ilmu. Sesungguhnya yang menjadikan ilmu itu sebagai bekal adalah “amal shaleh”.
Badan adalah kendaraan yang dapat menghantarkan hati kita ke dunia ini, untuk itu badan harus dipelihara dan dilindungi. Caranya adalah dengan memberi makan dengan apa-apa yang cocok dan sesuai untuknya dan menjauhi apa-apa yang dapat membinasakannya.

Untuk memasukan makanan ke dalam tubuh dibutuhkan dua tentara yakni:
a. Tentara batin, yang berupa syahwat (keinginan)
b. Tentara lahir, yang berupa tangan dan anggota badan lainnya yang ikut mendatangkan makanan itu.

Untuk itu Allah telah menjadikan di dalam hati manusia, syahwat (keinginan) yang dibutuhkan dan menjadikan anggota badan sebagai alat untuk memenuhi syahwat (keinginan) itu.

Untuk menolak bahaya yang membinasakan badan diperlukan dua tentara pula, yaitu:
a. Tentara batin, yang berupa Ghodlob (amarah) yang dapat menolak segala yang merusak dan menuntut balas dari musuh.
b. Tentara lahir, yang berupa tangan dan kaki, dimana dengan keduanya itu dapat berbuat menurut kehendak amarah.

Seseorang yang memerlukan makanan selama ia tidak mengenali makanan itu, maka tidak akan tumbuh keinginannya terhadap makanan dan kesukaannya itu.

Untuk mengenali makanan hati memerlukan dua tentara,
a. Tentara batin, yang berupa hasil tangkapan dari panca indera seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, penyentuhan dan perasaan lidah.
b. Tentara lahir, yang berupa mata, telinga, hidung, dan lainnya.

Balatentara Hati (Bagian Kedua)

Keseluruhan tentara hati yang telah dijelaskan sebelumnya kemudian bisa kita golongkan menjadi 3 bagian yaitu:
1. Tentara Pembangkit dan pendorong yang terdiri dari:
a) Pembangkit dan pendorong untuk mengambil apa-apa yang bermanfaat dan cocok untuk badan, yaitu yang berupa syahwat (Keinginan)
b) Pembangkit atau pendorong untuk menolak apa-apa yang berbahaya dan menyengsarakan badan, yaitu yang berupa ghodlob (amarah)
Tentara pembangkit dan pendorong ini bisa disebut juga sebagai “kemauan”

2. Tentara Penggerak, yaitu yang menggerakan anggota badan guna mencapai berbagai maksud dan tujuan. Dan tentara kedua ini disebut juga “Kekuasaan”

3. Tentara penangkap dan pengenal terhadap segala sesuatu yang bertugas sebagai “al jawaasis” (mata-mata), yaitu:
– Kekuatan penglihatan
– Kekuatan pendengaran
– Kekuatan penciuman
– Kekuatan perasaan lidah
– Kekuatan sentuhan (rabaan)
Tentara ini biasa disebut juga sebagai “ilmu” atau “penemu”.

Selanjutnya tentara ketiga ini dibagi atas:
a) yang menempati tempat-tempat lahir, yaitu panca indra (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan sentuhan)
b) yang menempati tempat batin, yaitu isi otak.

Apabila manusia melihat sesuatu, kemudian ia memejamkan mata, maka ia akan mendapatkan gambaran sesuatu di dalam jiwanya, yaitu khayal. Gambaran itu akan tetap dalam jiwanya sebab disitu ada tentara pemelihara. Kemudian ia berfikir akan apa yang terpelihara dalam jiwanya, maka tersusunlah sebagai suatu gambaran dengan gambaran yang lain, maka ia teringat dengan apa yang dia lupakan dan kembalilah ingatan kepadanya.

Akhirnya terkumpullah sejumlah pengertian perasaan pada khayalan dengan perasaan gabungan antara beberapa perasaan. maka di dalam batin akan muncul perasaan berupa Daya hayal, daya fikir, daya ingat dan daya hafal.

Andaikan Allah tidak menjadikan kekuatan untuk menghafal, berfikir, mengingat dan menghayal, maka otak akan menjadi kosong sebagaimana kosongnya tangan dan kaki. Kekuatan-kekuatan itu termasuk tentara batin dan tempatnya juga di dalam batin.

Insya Allah bahasan selanjutnya adalah Contoh-Contoh hati dan tentara batinnya.

No comments

Powered by Blogger.